Pengadilan Negeri Nunukan

PERLINDUNGAN KEPENTINGAN HUKUM PERDATA MASYARAKAT MELALUI GUGATAN SEDERHANA

Ditulis oleh : Dewantoro, S.H., M.H. ( Wakil Ketua Pengadilan Negeri Nunukan )
 
Pendahuluan
 
     Dalam kehidupan perekonomian masyarakat baik di sektor agraris maupun di sektor perdagangan dan jasa, baik di sektor perdesaan maupun di sektor perkotaan, tentu tidak terlepas dari hubungan perbuatan hukum antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain. Profesor Sudikno Mertokusumo menjelaskan perbuatan hukum merupakan hubungan antara satu individu dengan individu atau kelompok dengan kelompok berdasarkan kata sepakat yang dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum tertentu, misalnya, si A melakukan pinjaman kredit dari pihak bank untuk memperoleh uang kemudian akan dipakai untuk membuka usaha atau membeli tanah atau digunakan untuk keperluan si peminjam lainnya. Semua masyarakat tentu berkeinginan hubungan perbuatan hukum atau transaksi ekonomi mereka berlangsung aman dan tidak terjadi masalah dalam arti kalau si A meminjam uang kepada si B untuk jangka waktu tertentu dalam dalam jumlah tertentu maka si B mengharapkan uang pinjaman dikembalikan oleh si A tepat waktu sesuai jangka waktu dan jumlah uang pengembalian sebagaimana yang diperjanjikan semula, namun apa yang terjadi bila salah satu pihak tidak menepati janjinya atau melanggar janji yang telah disepakati semula, misalnya, pinjaman tidak bisa dikembalikan tepat waktu dan besaran pengembalian uang pinjaman tidak sesuai dengan yang diperjanjikan, hal ini menimbulkan kerugian bagi pihak lainnya atau pemberi pinjaman uang yang akan mengganggu kehidupan ekonominya, hal ini disebut: “wanprestasi atau ingkar janji”. Contoh lainnya apabila karena perbuatan seseorang yang dilakukan secara sengaja bertentangan dengan hukum yang berlaku serta merugikan kepentingan hukum orang lain maka orang yang karena kesalahannya itu menimbulkan kerugian pada orang lain tersebut berarti telah melakukan: “perbuatan melawan hukum”. Ketika terjadi hal-hal ini maka hubungan masyarakat yang awalnya harmonis akan menjadi terganggu, hubungan yang tadinya seimbang menjadi tidak seimbang lagi yang lalu menimbulkan konflik antara satu individu dengan individu atau satu kelompok dengan kelompok lainnya, apabila hal ini terjadi maka mau tidak mau untuk mencegah konflik dan sengketa keperdataan, perlu dilakukan pengembalian keadaan kembali ke keadaan semula (restitutio in integrum), yang salah satu medium pelaksanaannya adalah melalui aparatur negara di bidang kekuasaan kehakiman yaitu Pengadilan. Pihak yang merasa menderita kerugian secara ekonomi akibat perbuatan hukum pihak lain bisa mengajukan tuntutan atau gugatan lewat Pengadilan agar kerugian ekonomi yang telah dialaminya bisa dipulihkan menjadi kembali ke keadaan semula (tidak menderita kerugian).
 
PERMA Nomor 2 Tahun 2015
 
      Perkembangan hubungan hukum di bidang ekonomi dan keperdataan lainnya di masyarakat membutuhkan prosedur penyelesaian sengketa yang lebih sederhana, cepat, dan biaya ringan, terutama di dalam hubungan hukum yang bersifat sederhana, di samping itu Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 mengamanatkan reformasi sistem hukum perdata yang mudah dan cepat untuk mengatur permasalahan yang berkaitan dengan ekonomi melalui penyelesaian sengketa acara cepat (small claims court). Maka, untuk memperlancar penyelenggaran peradilan tersebut dan mengisi kekosongan hukum acaranya, pada tanggal 7 Agustus 2015, Mahkamah Agung Republik Indonesia menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia (Perma) Nomor  2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana yang telah diundangkan pada tanggal itu juga sehingga berlaku di seluruh wilayah negara Republik Indonesia dan mengikat bagi seluruh warga negara Indonesia, gugatan sederhana ini merupakan prosedur atau tata cara pengajuan tuntutan hukum perdata di Pengadilan Negeri dengan syarat dan proses persidangan yang berbeda dengan proses pengajuan tuntutan hukum perdata apabila terjadi sengketa seperti biasanya yang memakan waktu lama (lima bulan termasuk minutasi) dan biasanya bersifat tidak sederhana, tidak cepat, dan tidak berbiaya ringan.
 
PERMA Nomor 4 Tahun 2019
 
     Pelaksanaan Perma Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana Seiring berjalannya waktu mendapatkan tanggapan positif dari pelaku dunia usaha yang hendak menyelesaikan sengketa perdatanya secara efektif dan efisien, lalu muncul lah keinginan dari mereka agar nilai gugatan materill paling tinggi bisa dinaikkan dan domisili Penggugat bisa disesuaikan dengan kedudukan Penggugat yang berdomisili atau berkedudukan di luar wilayah hukum yang sama dengan Tergugat, yang bisa diwakili oleh pegawai cabang perusahaan atau kuasa Advokat yang berdomisili di satu wilayah hukum dengan Tergugat serta keinginan pencantuman tuntutan sita jaminan sebagai upaya menjamin hak di dalam gugatan sederhana. Untuk mengakomodasi kepentingan-kepentingan tersebut dan usaha pemerintah Indonesia untuk meningkatkan kepastian hukum dalam penegakan hukum kontrak di dunia internasional, maka Mahkamah Agung melakukan perubahan atau revisi atas Perma Nomor 2 Tahun 2015 tentang Gugatan Sederhana dengan menerbitkan Perma Nomor 4 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana yang mulai berlaku
sejak 20 Agustus 2019.
 
    Secara garis besar syarat penyelesaian gugatan sederhana ini adalah tata cara pemeriksaan di persidangan terhadap gugatan perdata di bidang ingkar janji atau wanprestasi dan perbuatan melawan hukum dengan nilai gugatan materiil (bukan tuntutan immateriil) paling banyak sejumlah Rp500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) yang diselesaikan dengan tata cara dan pembuktian sederhana namun terhadap perkara yang dapat diajukan penyelesaian melalui gugatan sederhana ini ada pengecualiannya yaitu perkara yang penyelesaian sengketanya dilakukan melalui pengadilan khusus sebagaimana diatur di dalam peraturan perundangan-undangan (seperti: perkara perceraian, perkara kepailitan, perkara hak atas kekayaan intelektual, dan perkara penyelesaian perselisihan hubungan industrial) serta sengketa hak atas tanah, terhadap dua jenis perkara tersebut tidak termasuk dalam obyek gugatan sederhana sehingga harus diselesaikan melalui mekanisme gugatan biasa di pengadilan negeri atau gugatan khusus di pengadilan khusus (pengadilan niaga dan pengadilan hubungan industrial). Di samping itu Penggugat dan Tergugat harus berdomisili atau berkedudukan dalam satu kabupaten/kota sewilayah hukum Pengadilan Negeri setempat (apabila berperkara di Pengadilan Negeri Nunukan, Kalimantan Utara berarti domisili Penggugat dan Tergugat haruslah di wilayah Kabupaten Nunukan atau wilayah hukum Pengadilan Negeri Nunukan), dengan pengecualian Penggugat bisa berdomisli atau berkedudukan di luar wilayah hukum Pengadilan Negeri tersebut, asalkan, dalam pengajuan gugatan serta saat persidangan diwakili oleh kuasa hukumnya berupa staf di kantor cabang berdasarkan surat kuasa khusus atau surat tugas atau Advokat berdasarkan surat kuasa khusus dari Penggugat.  Jumlah pihak yang berperkara yaitu Penggugat dan Tergugat maksimal dua pihak, Tergugat dapat lebih dari satu pihak asalkan memiliki kepentingan hukum yang sama (contoh suami istri yang menandatangani perjanjian kredit dengan jaminan harta bersama). 
Tuntutan yang diajukan oleh Penggugat dalam gugatannya berisi permintaan agar Tergugat membayar sesuatu atau agar Tergugat melakukan perbuatan tertentu serta bisa ditambahkan permintaan sita jaminan terhadap benda milik Tergugat (conservatoir beslag) dan/atau milik Penggugat yang ada pada dalam penguasaan Tergugat (revindicatoir beslag) pada surat gugatan sederhana. Selain membahas secara garis besar syarat penyelesaian gugatan sederhana sebagaimana disebutkan di atas, akan disinggung pula secara garis besar cara kerja dan tata kelola dalam penyelesaian gugatan sederhana, yaitu awalnya Penggugat mendaftarkan gugatan sederhana secara e-court melalui alamat situs ecourt.mahkamahagung.go.id ataupun mengajukan gugatan sederhana melalui layanan meja e-court dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) perdata di kantor pengadilan negeri, dengan pembayaran ongkos perkara yang sangat terjangkau dan apabila Penggugat tidak mampu secara ekonomis dan memenuhi persyaratan tertentu, Penggugat dapat menerima pembebasan biaya perkara (prodeo dan ditanggung APBN). Dalam gugatan sederhana, Penggugat/Tergugat tidak perlu membuat surat gugatan/jawaban dan dapat menggunakan formulir-formulir gugatan sederhana yang disediakan di Pengadilan Negeri. Penggugat/Tergugat tidak perlu memikirkan aspek hukum, hanya perlu menyajikan fakta dan bukti. Setelah pendaftaran gugatan lalu para pihak yang berperkara menunggu panggilan sidang melalui e-summon atau melalui panggilan pos tercatat.  Setelah panggilan sidang diterima, para pihak wajib hadir di persidangan pada hari dan tanggal yang telah disebutkan dalam surat panggilan tersebut. Jika pada hari sidang pertama setelah dipanggil secara sah dan patut Penggugat tidak hadir di persidangan tanpa alasan yang sah, maka Hakim akan menggugurkan gugatan. Tergugat yang pada hari sidang pertama hadir kemudian di sidang berikutnya tidak hadir tanpa alasan yang sah, maka gugatan tetapi diperiksa dan diputus secara conservatoir (diputus seolah-olah Tergugat hadir di persidangan atau tidak verstek). Persidangan perkara gugatan sederhana dipimpin Hakim tunggal. Persidangan dapat diselenggarakan melalui e-litigasi apabila Tergugat menyetujui proses persidangan diselenggarakan secara e-litigasi menggunakan sistem informasi pengadilan bersangkutan. Jalannya proses pemeriksaan persidangan gugatan sederhana berlangsung selama paling lama 25 hari kerja (tidak termasuk hari Sabtu, Minggu, cuti bersama, dan hari libur nasional). Hanya dalam persidangan pertama yang dihadiri Penggugat dan Tergugat dilakukan proses mediasi atau musyawarah untuk mencapai perdamaian. Proses pembuktian dikatakan sederhana karena Penggugat harus melengkapi dokumen pembuktian sejak dari pendaftaran awal gugatan dan apabila Tergugat dalam jawaban mengakui isi gugatan Penggugat maka Penggugat cukup mengajukan bukti-bukti awal saja, seperti, alat bukti tertulis dan tidak perlu pembuktian lebih lanjut (saksi dan lain-lain). Namun demikian dalam proses persidangan perkara gugatan sederhana, Penggugat dan Tergugat mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk mengajukan pembuktian agar dapat dinilai oleh Hakim yang menyidangkannya (equality before the law). Setelah proses pembuktian di persidangan gugatan sederhana selesai, maka Hakim menjatuhkan Putusan Pengadilan. Apabila pihak Tergugat tidak hadir setelah dipanggil secara sah dan patut sebanyak dua kali, maka gugatan Penggugat bisa diputus secara verstek (diputus diluar hadirnya Tergugat). Setelah perkara gugatan sudah diputus oleh Hakim dan para pihak menerima isi putusan atau setelah lewat masa pikir-pikir selama 7 hari kerja semenjak Putusan dibacakan para pihak tidak mengajukan upaya hukum, maka Putusan telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah dan dapat dilaksanakan baik secara sukarela oleh pihak yang kalah atau melalui eksekusi (upaya paksa) oleh aparatur Pengadilan apabila pihak yang kalah tidak mau secara sukarela mematuhi atau melaksanakan isi Putusan Pengadilan. Bagi pihak berperkara yang kalah dan tidak terima terhadap isi Putusan Pengadilan atau ingin lebih mencari keadilan maka pihak tersebut bisa mengajukan upaya hukum yaitu Keberatan pada Pengadilan Negeri yang memutus perkara gugatan sederhana pada tahap pertama tersebut dan akan diperiksa oleh Majelis Hakim (terdiri dari Hakim yang berbeda dengan Hakim yang mengadili semula) yang akan ditunjuk oleh Ketua Pengadilan yang harus memutus upaya hukum keberatan tersebut paling lambat 7 hari kerja setelah tanggal penetapan Majelis Hakim sehingga total waktu yang dibutuhkan bagi penyelesaian gugatan sederhana apabila pihak mengajukan gugatan sederhana dan kemudian mengajukan upaya hukum keberatan adalah hanya 25 hari kerja + 7 hari kerja = 32 hari kerja. Putusan Pengadilan pada pemeriksaan terhadap upaya hukum keberatan tersebut merupakan Putusan akhir yang bersifat final dan mengikat dan tidak tersedia upaya hukum lain, misalnya, verzet, (upaya hukum atas putusan verstek), banding ke Pengadilan Tinggi, kasasi, ataupun peninjauan kembali ke Mahkamah Agung. Putusan pengadilan yang sudah diputus oleh hakim akan segera diunggah ke website direktori putusan Mahkamah Agung, sehingga dapat diakses kapan saja dan di mana saja oleh pihak-pihak yang berperkara.
 
Kesimpulan
      Hal yang perlu ditekankan di tulisan ini adalah bagi masyarakat yang hendak menyelesaikan permasalahan di bidang wanprestasi pelanggaran hukum perjanjian dan perbuatan melawan hukum yang menuntut ganti kerugian secara perdata melalui jalur hukum negara yaitu lewat Pengadilan maka harus tunduk pula kepada hukum yang berlaku di negara Republik Indonesia sehingga tidak bisa memaksakan penyelesaian gugatan sederhana ini atas dasar kesepakatan para pihak yang dibuat sebelumnya yang bertentangan dengan hukum yang berlaku di negara tercinta ini. Dari penjelasan singkat di atas, para pembaca dapat membayangkan betapa besar manfaat yang akan diperoleh oleh masyarakat apabila menyelesaikan sengketa perdatanya melalui prosedur gugatan sederhana ini yaitu memperoleh kebenaran, kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan atas masalah hukum yang dialaminya melalui proses peradilan perdata yang dilaksanakan secara sederhana, cepat, dan biaya ringan.  
× Hubungi Kami?
Skip to content